PT.
Freeport Indonesia
PT
Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper
& Gold Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi
terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah
dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan
konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT
Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC),yaitu
perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara
tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang..
Contoh
kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia :
Mogoknya
hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan
indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di
seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih
rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama.
Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain
mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan
buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar
pertimbangannya.
Biaya
CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa
karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua
membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta
punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi
tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain
bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al.,
2006).
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.
Sebagai
perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis berkelas dunia,
apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset
perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab,
di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan
membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara
pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah
dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak
memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat
mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI,
privilege berlebihan, ternyata sia-sia.Berkali-kali perjanjian kontrak karya
dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009
tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek
negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar
untuk negara.Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk
negara Amerika, bukan Indonesia. Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa
karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain,
seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar
negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia.
Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi
Freeport-McMoran sebagai induknya.
Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak imigrasi.
Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak imigrasi.
Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika bisnis :
Teori
etika utilitarianisme
Berasal
dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut
teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu
harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan.
Berdasarkan
teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan
karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan
masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.
Teori
Hak
Dalam
pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling
banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan
atau perilaku.
Teori
Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan
kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
Hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena
itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Dalam
kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap
para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak
dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport
Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia.
Tanggapan
PT.
Freeport telah melanggar etika bisnis. SDA negara kita telah dimanfaatkan oleh
negara lain, pembagian hak yg tidak adil. Dan justru negara kita sebagai
penyedia SDA yang dirugikan bukan menguntungkan negara sendiri. Selain itu
dampak lingkungan dari limbah-limbah sisa penambangan akan merusak ekologi
didaerah pertambangan.
Saran
Pemerintah
harus mengkaji ulang kontrak kerja sama atau hubungan bisnis dengan PT. Freeport
indonesia supaya hak-hak negara indonesia khususnya masyarakat papua bisa
terpenuhi dan kita bisa menikmati hasil kekayaan negara kita sendiri bukan malah
diperbudak dinegara sendiri.
https://irsan90.wordpress.com/2011/11/03/etika-bisnis-dan-contoh-kasus/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar